Untaian Kata

Kamis, 25 September 2014

Pull-System, Just-in-Time, dan ERP

Buat Temen-temen yang kuliah di jurusan Teknik Industri mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah pull-system dan just-in-time, bahkan ERP (kalau yang ini Temen-temen dari Teknik Informatika pasti lebih paham). 

Just-in-Time dan ERP sebelumnya pernah gw bahas post tepat 2 tahun yang lalu (iya, benar-benar tepat 2 tahun yang lalu. Kalau gak percaya bisa baca disini). Waktu gw baca-baca dan lihat tanggalnya, ternyata sama banget sama tanggal hari ini. Dan kebetulan 3 hal ini sedang sangat berkaitan dengan pekerjaan gw sekarang. Jadi kalau 2 tahun lalu gw nge-post karena tugas kuliah dan tidak terlalu mengerti tentang yang gw post (maklum copas :D), maka sekarang gw akan share tentang hal yang gw alami dan berkaitan tentang 3 istilah di atas. Untuk memudahkan pemahaman, lingkup bahasan akan gw batasi pada industri manufaktur dulu ya.

Pull-system adalah suatu konsep yang berkebalikan dengan push-system (yaiyalah). Pull-system atau sistem tarik hanya menyediakan dan memproses komponen/material sebanyak yang diperlukan saat itu oleh proses selanjutnya (ini yang disebut just-in-time). Bagaimana bisa tahu jumlah kebutuhan proses selanjutnya? Tentunya proses selanjutnya memberikan informasi terlebih dahulu kepada supplier (penyedia) tentang jumlah yang dibutuhkan. Istilahnya lo minta baru gw kasih. Informasi bisa diberikan lewat berbagai cara. Pada saat ide pull-system ini baru tercetus, informasi disalurkan melalui kartu informasi atau dalam bahasa Jepang disebut Kanban. Nah kalau yang ini juga pernah dengar kan? 

Kanban atau kartu ini berisikan informasi yang jelas dan lengkap tentang material yang dibutuhkan (dari, untuk, dengan ucapan, jenis material, jumlah material dll). Jadi ketika proses selanjutnya memberikan Kanban ini, barulah material di-loading sesuai informasi yang ada pada kartu.


Bingung? Pasti. Makanya gw kasih gambar di bawah.


(Contoh Pull-System)

Begini penjelasannya:
  1. Gudang Barang Jadi (GBJ) akan mendapatkan informasi mengenai jumlah order dari bagian Sales. Untuk mendapatkan barang yang akan dikirim untuk memenuhi order itu, GBJ tentunya meminta barang tersebut dari bagian Produksi di proses terakhir (Proses 3) melalui Kanban
  2. Setelah menerima Kanban dari GBJ, Proses 3 mulai memproduksi sesuai dengan jumlah barang yang diminta.
  3. Untuk menjaga persediaan stock (WIP), Proses 3 meminta barang setengah jadi dari Proses 2 sebanyak yang dibutuhkan. Mengapa perlu menjaga persediaan? Karena persediaan di Proses 3 sudah berkurang sebelumnya. Dan jika GBJ meminta barang lagi, Proses 3 tidak akan bisa memenuhi permintaan tersebut karena WIP-nya tidak ada. Hal ini biasa disebut backlog. Namun perlu diperhatikan level stock yang ada disetiap proses. Karena konsep Pull-System pada dasarnya mengarah ke zero inventory. Sehingga level stock yang ada tidak boleh berlebihan, namun cukup saat dibutuhkan. 
  4. Proses 2 memproduksi sesuai dengan yang diminta oleh Proses 3 dan me-loadingnya.
  5. Sama dengan no.3
  6. Sama dengan no.4
  7. Proses 1 meminta material/bahan mentah melalui Kanban ke Gudang Barang Baku (GBB) sebanyak yang dibutuhkan.
  8. GBB memberikan material yang dibutuhkan Proses 1.

Kok kayaknya ribet banget ya? Kalau push-system kan lebih sederhana tuh. Liat planning dari PPIC, terus GBB kirim deh material sebanyak yang ada di planning. Produksi tinggal proses sebanyak yang di-loading GBB, terus semua hasil produksi disimpan di GBJ. Simple kan? Iya simple memang, tapi kebayang gak sih WIP yang menumpuk di setiap proses? 

Seperti yang sudah gw ulas sedikit, konsep Pull-System ini mengarah ke zero inventory. Jadi WIP di setiap proses levelnya cukup untuk kebutuhan saat itu, tidak boleh lebih. Kalau bisa 0 WIP di setiap proses. Jadi minta material/barangnya sedikit-sedikit. Misal ada order 20.000 dengan lead time produksi 10 hari. Kalau pada Push-System, GBB akan me-loading material ke Produksi langsung 20.000. Berarti selama 10 hari akan ada 20.000 material menumpuk di Produksi. Berbeda dengan Pull-System yang hanya meminta kebutuhkan material untuk diproduksi selama sehari yaitu sebanyak 2000, bahkan mungkin setengah hari saja. Jadi tidak banyak WIP menumpuk.

Emang kenapa kalau WIP menumpuk?

Para pencetus Pull-System percaya bahwa WIP merupakan sumber dari segala waste (pemborosan). Bayangkan jika WIP menumpuk, material yang ditumpuk-tumpuk banyak dan dalam waktu yang lama akan memiliki kemungkinan defect lebih banyak. Bahkan bisa saja defect tersebut tidak terdeteksi sejak awal yang bisa berakibat pada backlog. WIP sendiri bisa dikatakan sebagai uang yang tidak bergerak. Dari segi cash flow juga tentu akan merugikan perusahaan. Selain itu, biaya inventory juga tidaklah sedikit dan sering kali menjadi issue yang timbul di hampir semua perusahaan.

Jadi, tidak heran kalau Pull-System ini menjadi salah satu tools bagi perusahaan-perusahaan yang mau menerapkan lean manufacturing. Karena Pull-System secara tidak langsung bisa menghilangkan pemborosan-pemborosan (7 waste) yang ada.

Perusahaan-perusahaan besar yang telah lama menerapkan Pull-System seperti AHM tidak hanya menerapkan just-in-time di internal perusahaan saja, namun sudah berkoordinasi dengan supplier-suppliernya untuk menerapkan Pull-System. Kebayang kan gimana penuhnya GBB kalau produksinya cuma minta sedikit-sedikit padahal material yang dikirim supplier masih full quantity. Solusinya ya suppliernya juga mengirim secara parsial.

Jadi AHM memberikan Kanban (Kartu) ke suppliernya gitu? Nah, disinilah peran ERP. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi untuk Pull-System berjalan melalui media elektronik. Sistem yang digunakan juga mengalami peningkatan fungsi dari waktu ke waktu. ERP (Enterprise Resource Planning) merupakan sebuah sistem terpadu yang dapat menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan dari bagian satu ke bagian lainnya dalam suatu perusahaan dan/atau supply chain secara real time

ERP dapat menghubungkan bagian Sales, Produksi, Purchasing, HR, Finance, bahkan Supplier. Sebagai contoh, Sales akan memberikan informasi mengenai jumlah order dari Customer. Dari jumlah order ini akan terlihat jumlah material yang harus dibeli oleh Purchasing dan berapa banyak barang yang harus di buat oleh Produksi. Purchasing juga bisa memberikan informasi kepada Supplier jumlah material yang dipesan. Finance akan menyiapkan jumlah pembayaran yang dibutuhkan untuk memesan material tersebut. HR juga akan tahu jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kira-kira begitu gambarannya.

Dapat dibayangkan jika just-in-time, pull-system, dan ERP dipadukan dan diaplikasikan dengan baik, maka bukan tidak mungkin lean supply chain akan tercipta. Tentunya tidak mudah mencapai tujuan tersebut, yang terpenting adalah komitmen dari top management dan kemauan dari lini operasi untuk menjalankannya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar