Buat Temen-temen
yang kuliah di jurusan Teknik Industri mungkin sudah tidak asing lagi dengan
istilah pull-system dan just-in-time, bahkan ERP (kalau yang ini Temen-temen
dari Teknik Informatika pasti lebih paham).
Just-in-Time dan ERP sebelumnya pernah gw bahas post tepat 2 tahun yang lalu (iya,
benar-benar tepat 2 tahun yang lalu. Kalau gak percaya bisa baca disini).
Waktu gw baca-baca dan lihat tanggalnya, ternyata sama banget sama tanggal hari
ini. Dan kebetulan 3 hal ini sedang sangat berkaitan dengan pekerjaan gw
sekarang. Jadi kalau 2 tahun lalu gw nge-post karena tugas kuliah dan tidak terlalu
mengerti tentang yang gw post (maklum copas :D), maka sekarang gw akan share
tentang hal yang gw alami dan berkaitan tentang 3 istilah di atas. Untuk
memudahkan pemahaman, lingkup bahasan akan gw batasi pada industri manufaktur
dulu ya.
Pull-system adalah suatu konsep yang berkebalikan dengan
push-system (yaiyalah). Pull-system atau sistem tarik hanya menyediakan dan
memproses komponen/material sebanyak yang diperlukan saat itu oleh proses
selanjutnya (ini yang disebut just-in-time). Bagaimana bisa tahu jumlah
kebutuhan proses selanjutnya? Tentunya proses selanjutnya memberikan informasi
terlebih dahulu kepada supplier (penyedia) tentang jumlah yang dibutuhkan.
Istilahnya lo minta baru gw
kasih. Informasi bisa diberikan lewat berbagai cara. Pada saat ide
pull-system ini baru tercetus, informasi disalurkan melalui kartu informasi
atau dalam bahasa Jepang disebut Kanban. Nah kalau yang ini juga pernah dengar
kan?
Kanban atau kartu ini berisikan informasi yang jelas dan lengkap
tentang material yang dibutuhkan (dari, untuk, dengan ucapan, jenis material,
jumlah material dll). Jadi ketika proses selanjutnya memberikan Kanban ini,
barulah material di-loading sesuai informasi yang ada pada kartu.
Bingung? Pasti. Makanya gw kasih gambar di bawah.
(Contoh Pull-System)
Begini penjelasannya:
- Gudang
Barang Jadi (GBJ) akan mendapatkan informasi mengenai jumlah order dari
bagian Sales. Untuk mendapatkan barang yang akan dikirim untuk memenuhi
order itu, GBJ tentunya meminta barang tersebut dari bagian Produksi di
proses terakhir (Proses 3) melalui Kanban.
- Setelah
menerima Kanban dari GBJ, Proses 3 mulai memproduksi sesuai dengan jumlah
barang yang diminta.
- Untuk
menjaga persediaan stock (WIP), Proses 3 meminta barang setengah jadi dari
Proses 2 sebanyak yang dibutuhkan. Mengapa perlu menjaga persediaan?
Karena persediaan di Proses 3 sudah berkurang sebelumnya. Dan jika GBJ
meminta barang lagi, Proses 3 tidak akan bisa memenuhi permintaan tersebut
karena WIP-nya tidak ada. Hal ini biasa disebut backlog. Namun
perlu diperhatikan level stock yang ada disetiap proses. Karena konsep
Pull-System pada dasarnya mengarah ke zero inventory. Sehingga level stock
yang ada tidak boleh berlebihan, namun cukup saat dibutuhkan.
- Proses
2 memproduksi sesuai dengan yang diminta oleh Proses 3 dan me-loadingnya.
- Sama
dengan no.3
- Sama
dengan no.4
- Proses
1 meminta material/bahan mentah melalui Kanban ke Gudang Barang Baku (GBB)
sebanyak yang dibutuhkan.
- GBB
memberikan material yang dibutuhkan Proses 1.
Kok kayaknya ribet banget ya? Kalau push-system kan lebih
sederhana tuh. Liat planning dari PPIC, terus GBB kirim deh material sebanyak
yang ada di planning. Produksi tinggal proses sebanyak yang di-loading GBB,
terus semua hasil produksi disimpan di GBJ. Simple kan? Iya simple memang, tapi
kebayang gak sih WIP yang menumpuk di setiap proses?
Seperti yang sudah gw ulas sedikit, konsep Pull-System ini
mengarah ke zero inventory. Jadi WIP di setiap proses levelnya cukup untuk kebutuhan saat itu, tidak
boleh lebih. Kalau bisa 0 WIP di setiap proses. Jadi minta material/barangnya
sedikit-sedikit. Misal ada order 20.000 dengan lead time produksi 10 hari. Kalau
pada Push-System, GBB akan me-loading material ke Produksi langsung 20.000.
Berarti selama 10 hari akan ada 20.000 material menumpuk di Produksi. Berbeda
dengan Pull-System yang hanya meminta kebutuhkan material untuk diproduksi
selama sehari yaitu sebanyak 2000, bahkan mungkin setengah hari saja. Jadi
tidak banyak WIP menumpuk.
Emang kenapa kalau WIP menumpuk?
Para pencetus Pull-System percaya bahwa WIP merupakan sumber dari
segala waste (pemborosan). Bayangkan jika WIP menumpuk, material yang ditumpuk-tumpuk banyak
dan dalam waktu yang lama akan memiliki kemungkinan defect lebih
banyak. Bahkan bisa saja defect tersebut tidak terdeteksi sejak awal yang bisa
berakibat pada backlog. WIP sendiri bisa dikatakan sebagai uang yang tidak
bergerak. Dari segi cash flow juga tentu akan merugikan perusahaan. Selain itu,
biaya inventory juga tidaklah sedikit dan sering kali menjadi issue yang timbul
di hampir semua perusahaan.
Jadi, tidak heran kalau Pull-System ini menjadi salah satu tools
bagi perusahaan-perusahaan yang mau menerapkan lean manufacturing. Karena Pull-System secara tidak langsung bisa menghilangkan pemborosan-pemborosan (7 waste)
yang ada.
Perusahaan-perusahaan besar yang telah lama menerapkan Pull-System
seperti AHM tidak hanya menerapkan just-in-time di internal perusahaan
saja, namun sudah berkoordinasi dengan supplier-suppliernya untuk menerapkan Pull-System. Kebayang kan gimana penuhnya GBB kalau produksinya cuma minta
sedikit-sedikit padahal material yang dikirim supplier masih full quantity.
Solusinya ya suppliernya juga mengirim secara parsial.
Jadi AHM memberikan Kanban (Kartu) ke suppliernya gitu? Nah,
disinilah peran ERP. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi untuk Pull-System berjalan melalui media elektronik. Sistem yang digunakan juga
mengalami peningkatan fungsi dari waktu ke waktu. ERP (Enterprise Resource
Planning) merupakan sebuah sistem terpadu yang dapat menyampaikan
informasi-informasi yang dibutuhkan dari bagian satu ke bagian lainnya dalam
suatu perusahaan dan/atau supply chain secara real time.
ERP dapat menghubungkan bagian Sales, Produksi, Purchasing, HR, Finance, bahkan Supplier. Sebagai contoh, Sales akan memberikan informasi
mengenai jumlah order dari Customer. Dari jumlah order ini akan terlihat jumlah
material yang harus dibeli oleh Purchasing dan berapa banyak barang yang harus
di buat oleh Produksi. Purchasing juga bisa memberikan informasi kepada Supplier jumlah material yang dipesan. Finance akan menyiapkan jumlah
pembayaran yang dibutuhkan untuk memesan material tersebut. HR juga akan tahu
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kira-kira begitu gambarannya.
Dapat dibayangkan jika just-in-time, pull-system, dan ERP
dipadukan dan diaplikasikan dengan baik, maka bukan tidak mungkin lean supply
chain akan tercipta. Tentunya tidak mudah mencapai tujuan tersebut, yang terpenting
adalah komitmen dari top management dan kemauan dari lini operasi untuk
menjalankannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar